aya fadiya
4 min readJan 1, 2024
original by me✨

[flashback on, six month ago..]

PLAK!

Tangan halus sang Ibunda berhasil mendarat dengan kasar di pipi Kai. Kai meringis, bukan merasakan sakit. Ia meringis tatkala melihat ketiga temannya sudah lebih dulu ada disini.

"Kamu kemana, hah? Susah kah untuk jemput Kia?" lirih Rosa.

"Ma, tadi Kai abis dari—"

"Tempat pacar kamu?"

Kai tertunduk.

"Demi Tuhan, Mama gak ngelarang kamu pacaran, Kai. Sama siapapun itu Mama gak larang, tapi Mama kan cuma minta tolong jemput Kia. Kia nungguin kamu ber jam-jam sampe kejadian ini terjadi."

Kai masih bungkam.

"Kenapa kamu gak jemput Kia?"

"Aku gak tau Mama minta tolong untuk jemput Kia, Ma."

"Gak tau? Mama text kamu berkali-kali, Bang!"

Kai mengeluarkan ponsel dari sakunya dan menunjukkannya pada Rosa.

Tidak ada pesan apapun dari Rosa.

Rosa mengeluarkan ponselnya dan menunjukkannya pada Kai. Ada banyak pesan dan panggilan yang terabaikan oleh putranya itu.

Kai membuka mulutnya bermaksud untuk menjawab sang Ibunda.

Juna berdiri. "Tante, boleh gak Juna ngobrol sebentar sama Kai?"

Rosa mengangguk.

Juna menarik Kai agar menjauh dari yang lainnya.

"Hp lo tadi lo pegang gak?" tanya Juna cepat.

"Gue tadi tidur, Jun. Gue sama Jessi ketiduran pas lagi nonton film di apartnya, pas bangun gue langsung dapet telepon dari Jiwa dan lari kesini. Sumpah, gue gak liat ada chat sama sekali dari Mama."

"Jessi yang hapus."

Kai mengerutkan keningnya, cukup tersinggung. "Kok lo jadi nuduh cewek gue?"

"Kai, gak mungkin chat sama call sebanyak itu ilang tiba-tiba kalau gak ada yang hapus. Jessi tau password hp lo, itu udah cukup kan?"

"Gue tau lo gak suka sama cewek gue. Tapi lo gak bisa nuduh dia tanpa bukti, Jun. Dia aja panik waktu Jiwa nelpon gue, dia bahkan mau ikut kesini. Tapi karena dia lagi sakit, makanya gak gue ajak kesini. Jessi juga tidur pas gue tidur kok, gue bangun aja dia masih tidur."

Juna memejamkan matanya frustasi. "Iya oke, terserah lo!" ujarnya kemudian berlalu meninggalkan Kai.

"Kayaknya bener kata orang-orang, lo suka sama Jessi kan, Jun?" monolog Kai.

"Bu, pasien kehilangan banyak darah. Pasien butuh donor darah segera, apa dari pihak keluarga ada yang bergolongan darah A?"

"Saya, Dok. Golongan darah saya A," jawab Rosa cepat.

"Baik mari kita lakukan pemeriksaan, jika hasilnya baik, kita bisa langsung melakukan transfusi darah."

Rosa mengangguk cepat dan berjalan masuk mengikuti Sang Dokter.

Juna kembali tanpa Kai membuat Jiwa dan Saga memberikan tatapan tanda tanya pada Juna.

"Tante Rosa ngapain?" tanya Juna.

"Kia butuh donor darah, Tante Rosa mau donorin darahnya. Kai mana?" tanya Jiwa balik.

"Enyah."

"Lo kenapa sih Jun sama Kai?" tanya Saga.

"Gue gak ada masalah sama Kai."

"Ya terus kenapa?"

"Masalah dia sama Jessi." Kai berjalan mendekat.

"Kayaknya rumor itu bener, dia suka sama cewek gue," lanjutnya.

Jiwa memejamkan matanya frustasi. "Jangan asal ambil kesimpulan gitu, Kai!"

"Dia selalu berusaha bikin gue putus dari Jessi, gue yakin dia beneran suka sama cewek gue."

"Sumpah, cewek lo bukan selera gue."

"Anjing!" Kai bersiap memukul Juna tetapi Saga dengan tiba-tiba lebih dulu memukul Kai.

Kai melotot ke arah Saga. "Maksud lo apa?"

"Lo gak punya otak kah? Adek lo abis kecelakaan! Adek lo kehilangan banyak darah, lo gak takut dia kenapa-napa? Beruntungnya ada Juna yang kebetulan lewat saat kejadian itu, kejadian dimana adek lo baru aja jadi korban tabrak lari. Adek lo bahkan ditemuin dalam keadaan basah kuyup karna mungkin dia hujan-hujanan, keluar dari sekolah karena dia takut. Lo bisa bayangin gak sih seberapa takutnya dia? Lo tuh kakak macam apa, Kai?" Saga menatap tajam ke arah Kai.

"Gue gak tau! Gue gak tau kalau Mama minta tolong untuk jemput Kia, kalau pun gue tau, gue gak akan mungkin ngebiarin adek gue pulang sendirian!"

"Iya oke, kalau lo gak tau apa gak sebaiknya lo diem, Kai? Lebih baik lo berdo'a untuk keselamatan adek lo. Bukan malah terus ngomongin cewek lo. Inget Kai! Ini adek lo! Yang di dalem itu adek lo, adek kandung lo! Jangan cuma gara-gara cewek, lo jadi abai sama dia."

"Gue gak abai sama Kia—"

"Lo diem deh! Pembelaan lo bikin gue muak banget, sumpah!" potong Jiwa tajam.

***

"Kia sini, Abang abis beli martabak! Adonannya red velvet nih, kesukaan kamu."

Gadis itu melengos begitu saja melewati Kai yang terduduk di sofa yang sedang membuka sekotak martabak yang baru saja ia beli.

Rosa menghampiri Kia. "Ade, itu Abang manggil," ujarnya.

"Kia gak punya abang," jawabnya.

"Mama maaf ya, Kia mau tutup pintunya," lanjut gadis itu sembari menutup pintu kamarnya.

Rosa menoleh ke arah Kai yang menunduk sendu. Wanita itu menghampirinya.

"Pelan-pelan aja ya, Bang. Kia masih kecil, jadi emosinya masih belum stabil."

Kai mengangguk. "Tapi, Mama udah maafin Kai kan?"

Rosa tersenyum. "Kejadian itu udah sebulan lalu, Kia pun baik-baik aja, kan sekarang? Mama tau kamu ini manusia, wajar kalau buat salah. Selagi kamu mau memperbaiki, Mama pasti bakalan selalu maafin kamu, Bang."

"Makasih ya, Ma."

Rosa mengangguk dan mengusap kepala Kai.

aya fadiya
aya fadiya

Written by aya fadiya

0 Followers

— will be a lot of my think.

No responses yet